Pages

Rabu, 27 Mei 2015

makalah remaja




Kata Pengantar

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  serta  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Karena berkat limpahan rahmat dan karunianya penulis  mampu  menyelesaikan  tugas  ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Psikologi Perkembangan.

Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan tugas ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.

Tugas ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya tugas ini dapat terselesaikan.


Daftar Isi

Kata pengantar .............................................................................             i        
Daftar isi ......................................................................................             ii
Daftar Pustaka .........................................................................  .....          iii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang ......................................................................               1
B.     Rumusan Masalah .................................................................              1
C.     Tujuan Penulisan ...................................................................              2

BAB II PEMBAHASAN
A.     Definisi Remaja ..........................................................................                   3
B.     Karakteristik Remaja .............................................................              6
C.     Permasalahan Remaja ................................................................                   6
D.     Faktor-Faktor Kenakalan Remaja ..............................................                   10
E.      Tips Mencegah Kenakalan Remaja ...................................... ......                   14
F.      Perkembangan Emosi Remaja ...............................................               15     
G.     Hubungan Emosi dan Tingkah Laku ......................................             15     
H.     Upaya Mengembangkan Emosi .............................................              17     

BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan ............................................................................              20
B.     Saran .....................................................................................     ......             20


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri. Namun pada kenyataanya orang cenderung langsung menyalahkan, menghakimi, bahkan menghukum pelaku kenakalan remaja tanpa mencari penyebab, latar belakang dari perilakunya tersebut.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.

B.     Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penulisan tugas ini serta untuk menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam laporan ini masalahnya dibatasi pada :
1.    Definisi remaja.
2.    Karakteristik remaja.
3.    Permasalahan remaja.
4.    Faktor-faktor kenakalan remaja.
5.    Tips mencegah kenakalan remaja.
6.    Perkembangan emosi remaja.
7.    Hubungan emosi dan tingkah laku.
8.    Upaya mengembangkan emosi.



C.     Tujuan Penulisan

Pada dasarnya tujuan penulisan tugas ini menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan tugas ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Psikologi Perkembangan dan tujuan khusus dari penulisan tugas ini adalah untuk membahas tentang masalah remaja yang semakin parah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Definisi Remaja

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran payudara, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Dilihat dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun. Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan. Remaja juga berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek / fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan pula oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.  Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :
·  Masa remaja awal : 12 - 15 tahun
·  Masa remaja pertengahan : 15 – 18 tahun
·  Masa remaja akhir : 18 – 21 tahun

Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu :
1.    Masa pra-remaja 10 – 12 tahun.
Selama periode ini terjadi gejala-gejala yang hampir sama antara remaja pria maupun wanita. Perubahan fisik belum begitu tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa kegemukan. Gerakan-gerakan mereka mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertasi sifat kepekaan terhadap rangsang-rangsang dari luar, responnya biasa berlebihan sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang atau bahkan meledak-ledak.

2.    Masa remaja awal 12 – 15 tahun.
Selama periode ini perkembangan gejala fisik yang semakin tampak jelas adalah perubahan fungsi alat-alat kelamin. Karena perubahan alat-alat kelamin serta perubahan fisik yang semakin nyata  ini, remaja seringkali mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung menyendiri sehingga tidak jarang pula merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain, atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau memperdulikannya. Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi kerena adanya kecemasan terhadap dirinya sehingga muncul dengan reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.

3.    Masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun.
Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja untuk dapat menuju kearah dan mampu memikul sendiri seringkali menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja. Karena tuntutan peningkatan tanggungjawab ini tidak hanya datang dari orang tua atau anggota keluarganya melainkan juga dari masyarakat sekitarnya, maka tidak jarang masyarakat juga terbawa-bawa menjadi masalah bagi remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat seringkali juga menunjukan adanya kontradiksi antara nilai-nilai moral yang mereka ketahui, maka tidak jarang pula remaja mulai meragukan apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya, remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau orang dewasa disekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi oleh remaja tanpa disertai dengan alasan yamg masuk akal menurut mereka atau bahkan orang tua atau orang dewasa  menunjukkan perikaku yang tidak konsisten dengan nilai-nilai yang dipaksakannya itu.

4.    masa remaja akhir 18 – 21 tahun.
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukan pemikiran, sikap dan perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orang tua juga menjadi semakin lebih bagus dan lancar karena mereka sudah semakin memiliki kebebasan yang relatif terkendali serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil pilihan serta keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa  secara penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidup dipertanggungjawabkan terhadap dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat.


B.    Karakteristik Remaja

Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
·       Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
·       Ketidakstabilan emosi.
·       Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
·       Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
·       Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
·       Kegelisahan karena banyak hal yang diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
·       Senang bereksperimentasi.
·       Senang bereksplorasi.
·       Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.


C.     Permasalahan Remaja

1.    Permasalahan Fisik dan Kesehatan.
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).

Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.

2.    Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang.
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi, yakni :
·            Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
·            Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
·            Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
·       Cinta dan Hubungan Heteroseksual.
·       Permasalahan Seksual.
·       Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua.
·       Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama.
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002).

3.    Permasalahan Percintaan.
Masalah percintaan pada remajamuncul akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus yang meninbulkan munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.

Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.

Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.

Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).

4.    Permasalahan dengan Orang Tua.
Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.

Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja.

Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.
Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.

Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri ketika dia berbuat salah.

Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.


D.   Faktor-Faktor Kenakalan Remaja

Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Demikian juga pada perkembangan emosi remaja. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya: agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti-diri seperti : melukai diri sendiri, memukul-mukul kepala sendiri, dan sejenisnya.
     
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja yaitu sebagai berikut :
1.    Perubahan Jasmani.
Perubahan jasmani yang ditunjukan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh memiliki pengaruh besah terhadap perkembangan emosi remaja. Pada tarap permulaan, pertumbuhan ini hanya terbatas pada begian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tidak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.

2.    Perubahan Pola Interaksi dengan Oramg Tua.
Pola interaksi orangtua dengan anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola interaksinya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat mamaksakan kehendak, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dangan penuh cinta kasih. Perbedaan pola intereksi orang tua seperti ini sangat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman, misalnya, ketika dulu masih anak-anak, orang tua bisa memukul anak jika anak berbuat nakal, tetapi pada saat remaja cara- cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya. Dalam konteks ini Gardner (1992) mengibaratkan dengan kalimat: “ Too Big To Spank ’’ yang maknanya bahwa remaja  itu sudah terlalu besar untuk terpukul.

Pemberontakan terhadap orang tua menunjukan bahwa mereka berada dalam keadaan konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Mereka tidak merasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukan perlawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukan bahwa dirinya telah berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam perlawanan terhadap orang tua sehingga orang tuanya marah, maka merekapun belum merasa puas karena orang tua tidak menunjukan pengertian yang mereka inginkan. Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.

3.    Perubahan Interaksi Dengan Teman-Teman.
     Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dan membentuk semacam “gang’’. Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok “gang’’ biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi.

Pembentukan kelompok dalam bentuk gang seperti ini sebaiknya diusahakan terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama. Usahakan dapat menghindarkan pembentukan kelompok gang itu ketika sudah memasuki masa remaja tengah atau remaja akhir karena masa ini para anggotanya biasanya membutuhkan teman-teman untuk melawan otoritas, melakukan perbuatan yang tidak baik, atau bahkan kejahatan bersama.

     Faktor yang sering mendatangkan masalah emosi pada masa remaja adalah hubungan cinta dangan teman lawan jenis. Pada masa remaja tengah biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta dangan lawan jenisnya. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi juga tidak jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa. Oleh sebab itu, tidak jarang orang tua justru merasa tidak gembira atau bahkan cemas ketika anak remajanya jatuh cinta. Ganguan emosional  yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab,  ditolak, atau karena pemutusan hubungan cinta sepihak sehingga banyak mendatangkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.

4.    Perubahan Pandangan Luar.
     Faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja selain perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja itu sendiri adalah pandangan dunia luar dirinya. ada sejumlah perubahan pendangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a.    Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadang-kadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap anak kecil sehingga berakibat timbulnya kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku emosional.
b.    Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja laki-laki memiliki teman banyak perempuan, mereka mendapat predikat “popular’’ dan mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya, apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-kaki sering dianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang baik juga. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai dengan pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
c.    Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut kedalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral, seperti : penyalahgunaan obat terlarang, minum-minuman keras, atau tindak kriminal dan kekerasan. Perlakuan dunia luar semacam ini akan sangat merugikan bagi perkembangan emosional remaja.



5.    Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi.
     Perkembangan emosional individu sebenarnya merupakan perkembangan yang paling sulit untuk diklasifikasikan. Ini tampak pada gejala kehidupan sehari-sehari bahwa tidak jarang orang dewasa pun mengalami kesulitan untuk menyatakan perasaan. Fenomena semacam ini menyebabkan sulitnya untuk mencari perbedaan individual dalam perkembangan emosi. Lagi pula, munculnya emosi seseorang sangat tergantung atau dipengaruhi lingkungan, pengalaman, kebudayaan dan lain sebagainya, sehingga untuk mengukur emosi amat sulit pula.

     Proses kematangan perkembangan emosi mempunyai hubungan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan. Sejak lahir sampai kira-kira umur 15 bulan, kebutuhan utama mereka adalah mendapatkan kepercayaan dan kepastian bahwa dirinya diterima oleh lingkungan. Penerimaan lingkungan pada fase ini sangat menentukan bagi perkembangan hidup selanjutnya. Kepercayaan yang diperoleh dari penerimaan lingkungan ini dapat menjadi dasar bagi kepercayaan terhadap diri sendiri dan kesehatan perkembangan emosionalnya. Apabila kondisi orang tua saat ini dapat melakukan hubungan yang penuh cinta kasih atau secara naluriah memberikan kepercayaan bahwa kehadiran bayi tersebut sangat diinginkan dan dikasihi maka diharapkan akan dapat hidup dalam lingkungan kasih sayang. Sebaliknya, jika kehadiran bayi berikutnya, orang tua bersikap kurang dapat menerima, acuh tak acuh, apalagi penuh kebencian, dan sebagainya, tentunya kehidupan emosionalnya terganggu. Dengan demikian secara individual, kedua anak tersebut akan mengalami perbedaan perkembangan emosi pada masa-masa selanjutnya.

     Disiplin yang tegas tetapi disertai kasih sayang akan membantu anak dalam perkembangan emosinya. Sebaliknya jika disiplin dilakukan dengan kaku dan tanpa kasih sayang akan menimbulkan sikap keragu-raguan pada diri anak dan bahkan akan kehilangan kepercayaan pada dirinya. Apabila ini terjadi pada dua anak dalam satu keluarga (seayah/seibu) secara individual perkembangan emosinya akan jelas bisa dibedakan.



E.    Tips Mencegah Kenakalan Remaja

1.    Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun.
2.    Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.
3.    Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.
4.    Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone, dll.
5.    Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah.
6.    Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.

Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada.
F.    Perkembangan Emosi Remaja

Emosi dapat dirumuskan sebagai satu keadaan yang terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari dan mendalam sifatnya yang berkenaan dangan perubahan perilaku (Tim Dosen FKIP UNTAN,2010 : 99).

Menurut Crow & Crow (1958), pengertian emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his event behavior”. Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan pada fisik seseorang, seperti:
1.         Reaksi, elektris pada kulit meningkat bila terpesona.
2.         Peredaran darah bertambah cepat bila marah.
3.         Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut.
4.         Bernapas panjang bila kecewa.
5.         Pupil mata membesar bila marah.
6.         Air liur mengering bila takut atau tegang.
7.         Bulu roma akan berdiri jika takut.
8.         Pencernaan menjadi sakit jika tegang.
9.         Otot menjadi tegang atau bergetar (tremor).
10.     Komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktif.


G.    Hubungan Emosi dan Tingkah Laku

1. Teori Sentral
     Teori Sentral ini dikemukakan oleh Walter B.Canon. Menurut teori ini, gejala kejasmanian termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu. Jadi, individu mengalami emosi lebih dahulu, baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam jasmaninya. Dengan demikian, menurut teori ini dapat dikatakan bahwa emosilah yang menimbulkan tingkah laku, dan bukan sebaliknya. Karena seseorang merasa sedih, maka dia menangis dan kerena seseorang merasa takut, maka dia melarikan diri.

2. Teori Peripheral
    Teori ini dikemukakan oleh James dan Lange. Menurut teori ini di katakan bahwa gejala-gejala kejasmanian atau tingkh laku seseorang bukanlah merupakan akibat dari emosi, melainkan emosi yang dialami oleh individu itu sebagai akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini seseorang bukannya karena takut kemudian hari, melainkan karena lari menyebabkan seseorang menjadi takut. Demikian juga seseorang bukan karena sedih sehingga menangis, tetapi kerena menangis itulah maka menjdi sedih. Seandainya seseorang itu tidak menangis, maka kemungkinan tidak akan menjadi teramat sedih. Dengan demikian, menurut teori ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku yang menimbulkan emosi, dan bukan sebaliknya.

3. Teori Kepribadian
     Menurut teori ini, bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan jamani. Jadi antara emosi dan tingkah laku hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan.

4) Teori Kedaruratan Emosi ( Emergency theory of the emotion )
     Teori ini dikemukakan oleh Cannon. Teori ini mengemukakan bahwa reaksi yang mendalam dari kecepatan jantung yang semakin bertambah akan menambah cepatnya aliran darah menuju urat-urat, hambatan-hambatan pada pencernaan, pangembangan atau pemuaian kantung-kantung didalam paru-paru dan proses lainnya yang mencirikn secara khas keadaan emosional seseorang, kemudian menyiapkan organisme untuk melarikan diri atau untuk berkalahi, sesuai dengan penilaian terhadap situsi yang ada oleh kulit otak.

Diskusi belakangan dalam hasanah psikologi tentang emosi adalah mengenai hubungan antara perasaan dengan emosi dan juga hubungan antara emosi dengan motivasi. Pengalaman menunjukan bahwa apabila seseorang termotivasi maka akan terangsang secara emosional untuk melakukan suatu kegiatan dengan intensitas yang tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa emosi berhubungan erat dengan motivasi. Hubungannya dengan motivasi adalah karena termotivasinya seseorang kemudian mengalami emosi yang pada akhirnya berbuat sesuatu atau bertingkah laku tertentu.


H.   Upaya Mengembangkan Emosi Remaja

Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat berkembang ke arah memiliki kecerdasan emosional, salah satu diantaranya menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T. Grant Consortium  tentang “ Unsur-unsur Aktif Program Pencegahan ’’, yaitu sebagai berikut :
1.    Pengembangan Keterampilan Emosional
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan                              emosional individu adalah :
            a. Mengidentifikasikan dan memberi nama-nama atau label perasaan.
            b. Mengungkapkan perasaan.
            c. Menilai Intensitas perasaan.
            d. Mengelola perasaan.
            e. Menunda pemuasan.
            f. Mengendalikan dorongan hati.
            g. Mengurangi stress.
            h. Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan.

2.    Pengembangan Keterampilan Kognitif
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan kognitif individu adalah:
a.         Belajarlah melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi suatu masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.
b.         Belajarlah membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial, misalnya: mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku dan melihat diri sendiri dalam perspektif masyarakat yang lebih luas.
c.         Belajarlah menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, misalnya: mengendalikan dorongan hati, menentukan sasaran, mengidentifikasi tindakan-tindakan alternatif, dan memperhitungkan akibat-akibat yang mungkin timbul.
d.        Belajarlah memahami sudut pandang orang lain ( empati ).
e.         Belajarlah memahami sopan santun, yakni perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang tidak.
f.       Belajarlah bersiakp positif terhadap kehidupan.
g.      Belajarlah mengembangkan kesadaran diri; misalnya mengembangkan harapan-harapan yang realistis terhadap diri sendiri.

3.    Pengembangan Keterampilan Perilaku
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kerterampilan perilaku individu adalah :
a.         Belajar keterampilan komunikasi non-verbal, misalnya; berkomunikasi melalui hubungan pandangan mata, ekspresi wajah, gerak-gerik, posisi tubuh, dan sejenisnya.
b.         Belajarlah keterampilan komonikasi verbal, misalnya: mengajukan permintaan-permintaan dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif, menolak pengaruh negatif, mendengarkan orang lain, ikut serta dalam kelompok-kelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan komunikasi verbal, dan sejenisnya.

Cara lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif  untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat berkembang ke arah memiliki kecerdasan emosional adalah dengan mengembangkan kegiatan yang didalamnya mengundang materi yang dikembangkan oleh Daniel Golemen (1995) yang kemudian diberi nama “Self-Science Curriculum’’, yaitu sebagaimana dipaparkan berikut ini :
a.       Belajarlah mengembangkan kesadaran diri. Caranya adalah dengan mengamati diri sendiri dan mengenali perasaan-perasaan, menghimpun kosa kata untuk mengungkapkan perasaan, memahami hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi emosional.
b.      Belajarlah mengambil keputusan pribadi. Caranya adalah mencermati tindakan-tindakan dan akibat-akibatnya, memahami apa yang menguasai suatu keputusan, atau perasaan, menerapakan pemahaman ini ke masalah-masalah yang cukup berat, seperti masalah seks dan obat terlarang.
c.       Belajarlah mengelola perasaan. Caranya adalah memantau pembicaraan sendiri untuk menangkap pesan-pesan negatif yang terkandung didalamnya. Misalnya, Sakit hati yang mendorong amarah.
d.      Belajarlah menangani stres. Caranya adalah mempelajari pentingnya berolahraga. Perenungan yang terarah, dan metode relaksasi.
e.       Belajar berempati. Caranya adalah memahami perasaan dan masalah orang lain dan berpikir dengan sudut pandang orang lain.
f.       Belajarlah berkomonikasi.
g.      Belajarlah membuka diri.
h.      Belajarlah mengembangkan pemahaman.
i.        Belajarlah menerima diri sendiri.
j.        Belajarlah mengembangkan tanggungjawab pribadi.
k.      Belajarlah mengembangkan ketegasan.
l.        Belajar dinamika-dinamika kelompok.
m.    Belajarlah menyelesaikan konflik

Mendidik anak menjadi orang yang kreatif adalah upaya menyukseskan masa depan mereka. Banyak anak yang menjadi korban akibat dari salah didik yang berorientasi ke mata pelajaran yang menempa aspek kognitif semata atau menggembirakan hati yang sesaat. Dengan alasan mencoba meningkatkan harga diri anak melalui pujian dan penghargaan, kita menjadi permissif (membiarkan) dalam hal disiplin dan menuntut terlalu sedikit. Dalam upaya memberi mereka dunia yang serba menyenangkan seperti dialam mimpi, kita lupa bahwa stres dan ketidak nyamanan adalah bagian yang sama penting dalam pengalaman manusia seperti cinta dan kasih sayang, dan ketika kita membebaskan mereka dari kesempatan belajar tentang keterampilan mengatasi masalah yang penting dalam menghadapi rintanagan dan kekecewaan yang tak terhindarkan dalam dunia mereka kelak.

     Banyak anak yang kelihatannya sukses dalam menerima pelajaran tapi ketika dihadapkan kepada kemampuan untuk memecahkan masalah dengan cara baru tidak memperoleh kemampuan sama sekali. Padahal ketika menjalani kehidupan jusru persoalan kreatif menjadi lebih penting lebih-lebih dalam era yang serba tidak menentu.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Para tokoh masyarakat hendaknya menyadari bahwa para remaja memerlukan keterbukaan dan penghargaan terhadap mereka. Sehingga dalam kegiatan yang ada dimasyarakat hendaknya remaja di ikut sertakan agar mereka merasa dihargai dan menjadi bagian dalam masayarakat tersebut. Juga perlunya bimbingan terhadap kelompok remaja,  seperti karang taruna dan pengembangan bakat remaja, karena bakat tersebut tidak hanya dan harus dikembangkan di sekolah melainkan juga diterapkan dalam masayarakatnya.

B.   Saran
Sebagai orang tua yang baik, seharusnya bisa mengetahui apa yang sedang dialami oleh anak remajanya, agar sang buah hati tak terjerumus kedalam hal-hal yang berbau negatif. Karena di usia remaja inilah biasanya mudah untuk di hasut oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Maka luangkanlah waktu kalian untuk sekedar mendengar curahan hati sang buah hati, jangan malu-malu atau takut untuk memulai sebuah percakapan dengan anak. Agar lebih nyaman dalam berbincang-bincang, gunakanlah bahasa yang santai atau tidak formal agar obrolan tak kaku.


Daftar Pustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar