Kata Pengantar
Segala puji hanya milik
Allah SWT. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Karena berkat limpahan rahmat dan karunianya
penulis mampu menyelesaikan tugas ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan.
Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit
hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan tugas ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang
tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Tugas ini di susun oleh penulis dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya tugas ini dapat terselesaikan.
Daftar Isi
Kata pengantar
............................................................................. i
Daftar isi
...................................................................................... ii
Daftar Pustaka ......................................................................... ..... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ...................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah ................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan ................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Remaja .......................................................................... 3
B. Karakteristik Remaja
............................................................. 6
C. Permasalahan Remaja
................................................................ 6
D. Faktor-Faktor
Kenakalan Remaja .............................................. 10
E. Tips Mencegah Kenakalan Remaja
...................................... ...... 14
F. Perkembangan Emosi Remaja
............................................... 15
G. Hubungan Emosi dan Tingkah Laku
...................................... 15
H.
Upaya Mengembangkan Emosi
............................................. 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
............................................................................ 20
B. Saran ..................................................................................... ...... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kenakalan remaja biasanya dilakukan
oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan
jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa
kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan
fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja
merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada
masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada
trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari
lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi
ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri. Namun pada kenyataanya orang
cenderung langsung menyalahkan, menghakimi, bahkan menghukum pelaku kenakalan
remaja tanpa mencari penyebab, latar belakang dari perilakunya tersebut.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti
menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka
rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun
lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja
tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik
psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi
lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam proses penulisan tugas ini serta untuk
menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam laporan ini masalahnya dibatasi
pada :
1. Definisi
remaja.
2. Karakteristik
remaja.
3. Permasalahan
remaja.
4. Faktor-faktor
kenakalan remaja.
5. Tips
mencegah kenakalan remaja.
6. Perkembangan
emosi remaja.
7. Hubungan
emosi dan tingkah laku.
8. Upaya
mengembangkan emosi.
C. Tujuan
Penulisan
Pada
dasarnya tujuan penulisan tugas ini menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan tugas ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas kelompok mata kuliah Psikologi Perkembangan dan tujuan khusus
dari penulisan tugas ini adalah untuk membahas tentang masalah remaja yang
semakin parah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Remaja
Menurut psikologi, remaja
adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa,
yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18
tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat,
pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan
perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran payudara, perkembangan
pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian
kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak,
dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
Dilihat dari bahasa inggris "teenager",
remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun. Dimana usia tersebut
merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan
pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih
berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja
menuju kedewasaan. Remaja juga berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja memiliki
tempat di antara anak-anak dan orang
tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam
golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa
remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau
peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki
status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja
adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan
semua aspek / fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara
umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun
bagi pria. Sedangkan
menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah masa peralihan di antara masa
kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa
perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik
bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang
dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan pula oleh Santrock (2003: 26)
bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara
masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah
antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu
usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :
·
Masa remaja awal : 12 - 15 tahun
·
Masa remaja pertengahan : 15 – 18 tahun
·
Masa remaja akhir : 18 – 21 tahun
Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah
Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa
peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22
tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan
fisik, maupun psikologis. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa
remaja menjadi empat bagian, yaitu :
1.
Masa pra-remaja 10 – 12 tahun.
Selama periode ini terjadi gejala-gejala yang hampir sama antara remaja
pria maupun wanita. Perubahan fisik belum begitu tampak jelas, tetapi pada
remaja putri biasanya memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga
mereka merasa kegemukan. Gerakan-gerakan mereka mulai menjadi kaku. Perubahan
ini disertasi sifat kepekaan terhadap rangsang-rangsang dari luar, responnya
biasa berlebihan sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga
cepat merasa senang atau bahkan meledak-ledak.
2.
Masa remaja awal 12 – 15 tahun.
Selama periode ini perkembangan gejala fisik yang semakin tampak jelas
adalah perubahan fungsi alat-alat kelamin. Karena perubahan alat-alat kelamin
serta perubahan fisik yang semakin nyata
ini, remaja seringkali mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung
menyendiri sehingga tidak jarang pula merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain, atau bahkan merasa tidak ada
orang yang mau memperdulikannya.
Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan
cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti
ini sesungguhnya terjadi kerena adanya kecemasan terhadap dirinya sehingga
muncul dengan reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3.
Masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun.
Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja untuk
dapat menuju kearah dan mampu
memikul sendiri seringkali menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja. Karena
tuntutan peningkatan tanggungjawab ini tidak hanya datang dari orang tua atau
anggota keluarganya melainkan juga dari masyarakat sekitarnya, maka tidak jarang masyarakat juga terbawa-bawa menjadi masalah bagi
remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat seringkali juga
menunjukan adanya kontradiksi antara nilai-nilai moral yang mereka ketahui,
maka tidak jarang pula remaja mulai meragukan apa yang disebut baik atau buruk.
Akibatnya, remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang
mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka
sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau orang dewasa disekitarnya ingin memaksakan
nilai-nilainya agar dipatuhi oleh remaja tanpa disertai dengan alasan yamg
masuk akal menurut mereka atau bahkan orang tua atau orang dewasa menunjukkan perikaku yang tidak konsisten
dengan nilai-nilai yang dipaksakannya itu.
4.
masa remaja akhir 18 – 21 tahun.
Selama
periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu
menunjukan pemikiran, sikap dan perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu,
orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada
mereka. Interaksi dengan orang tua juga menjadi semakin lebih bagus dan lancar karena mereka sudah semakin memiliki kebebasan yang
relatif terkendali serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu
mengambil pilihan serta keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana
meskipun belum bisa secara penuh. Mereka
juga mulai memilih cara-cara hidup dipertanggungjawabkan terhadap dirinya
sendiri, orang tua, dan masyarakat.
B.
Karakteristik Remaja
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik
remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
·
Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam
gerakan.
·
Ketidakstabilan emosi.
·
Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan
petunjuk hidup.
·
Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
·
Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal
penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
·
Kegelisahan karena banyak hal yang diinginkan tetapi
remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
·
Senang bereksperimentasi.
·
Senang bereksplorasi.
·
Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
C. Permasalahan Remaja
1.
Permasalahan
Fisik dan Kesehatan.
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal
ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa
pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi
berhubungan dengan ketidakpuasan/keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik
yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan.
Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun
idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang
percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja
perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya,
khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian
survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan
kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini
sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang
penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan
yang maladaptiv (Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut,
ketidakpuasan akan body image
ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau
bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis.
Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun
penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada
remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka
bereksperimentasi dan berskplorasi.
2.
Permasalahan
Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang.
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat
memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus
penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja
menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda
dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan
beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu,
untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan,
maupun untuk kompensasi, yakni :
·
Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya
kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif
dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
·
Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan
alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi
pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
·
Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang
temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya
harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
·
Cinta dan Hubungan Heteroseksual.
·
Permasalahan Seksual.
·
Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua.
·
Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama.
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006),
menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian
dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering
dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002).
3.
Permasalahan Percintaan.
Masalah
percintaan pada remajamuncul akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang
diproduksi oleh kelenjar hypothalamus yang meninbulkan munculnya perasaan
saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa
meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat
kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan
percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa.
Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa
takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi
ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei
ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang
mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.
Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta kebersamaan
yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat
dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih
sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan
remaja.
Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan
mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada
remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual,
konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan,
adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ
reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan
sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).
4.
Permasalahan dengan Orang Tua.
Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat
mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran
logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak
tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan
pergaulan menuju kebebasan.
Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya
berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara
berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang
menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang
maupun kenakalan remaja.
Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka
yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami
kepentingan remaja.
Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa
anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja
sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa
bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di
dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa
bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat
berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di
lingkungan yang berbeda.
Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan
terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap
hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting
agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua
maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri ketika dia berbuat
salah.
Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan
permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua
untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku
mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini
terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya,
butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita
kelak menghadapi masa dewasanya.
D. Faktor-Faktor Kenakalan Remaja
Perkembangan emosi seseorang
pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Demikian juga pada perkembangan
emosi remaja. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu
sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional,
misalnya: agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku
menyakiti-diri seperti : melukai diri sendiri, memukul-mukul kepala sendiri,
dan sejenisnya.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja yaitu
sebagai berikut :
1.
Perubahan Jasmani.
Perubahan jasmani yang ditunjukan dengan adanya pertumbuhan yang sangat
cepat dari anggota tubuh memiliki pengaruh besah terhadap perkembangan emosi
remaja. Pada tarap permulaan, pertumbuhan ini hanya terbatas pada begian-bagian
tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang.
Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tidak terduga pada
perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi
tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan
kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan
perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam
tubuh remaja dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
2.
Perubahan Pola Interaksi dengan Oramg Tua.
Pola interaksi orangtua dengan anak, termasuk remaja, sangat bervariasi.
Ada yang pola interaksinya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya
sendiri saja sehingga ada yang bersifat mamaksakan kehendak, memanjakan anak,
acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dangan penuh cinta kasih. Perbedaan pola
intereksi orang tua seperti ini sangat berpengaruh terhadap perbedaan
perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman, misalnya, ketika dulu masih
anak-anak, orang tua bisa memukul anak jika anak berbuat nakal, tetapi pada
saat remaja cara- cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang
lebih berat antara remaja dengan orang tuanya. Dalam konteks ini Gardner (1992)
mengibaratkan dengan kalimat: “ Too Big To Spank ’’ yang maknanya bahwa
remaja itu sudah terlalu besar untuk
terpukul.
Pemberontakan terhadap orang tua menunjukan bahwa mereka berada dalam
keadaan konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Mereka
tidak merasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukan perlawanan terhadap
orang tua karena ingin menunjukan bahwa dirinya telah berhasil menjadi orang
yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam perlawanan terhadap orang tua
sehingga orang tuanya marah, maka merekapun belum merasa puas karena orang tua
tidak menunjukan pengertian yang mereka inginkan. Keadaan semacam ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.
3.
Perubahan Interaksi Dengan Teman-Teman.
Remaja seringkali membangun
interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk
melakukan aktivitas bersama dan membentuk semacam “gang’’. Interaksi antar
anggota dalam suatu kelompok “gang’’ biasanya sangat intens serta memiliki
kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi.
Pembentukan kelompok dalam bentuk gang seperti ini sebaiknya diusahakan
terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu
untuk memenuhi minat mereka bersama. Usahakan dapat menghindarkan pembentukan
kelompok gang itu ketika sudah memasuki masa remaja tengah atau remaja akhir
karena masa ini para anggotanya biasanya membutuhkan teman-teman untuk melawan
otoritas, melakukan perbuatan yang tidak baik, atau bahkan kejahatan bersama.
Faktor yang sering mendatangkan
masalah emosi pada masa remaja adalah hubungan cinta dangan teman lawan jenis.
Pada masa remaja tengah biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta dangan
lawan jenisnya. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi juga tidak
jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti
dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa. Oleh sebab itu,
tidak jarang orang tua justru merasa tidak gembira atau bahkan cemas ketika
anak remajanya jatuh cinta. Ganguan emosional
yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab, ditolak, atau karena pemutusan hubungan cinta
sepihak sehingga banyak mendatangkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja
itu sendiri.
4.
Perubahan Pandangan Luar.
Faktor penting yang dapat
mempengaruhi perkembangan emosi remaja selain perubahan-perubahan yang terjadi
dalam diri remaja itu sendiri adalah pandangan dunia luar dirinya. ada sejumlah
perubahan pendangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional
dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a.
Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak
konsisten. Kadang-kadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak
mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa.
Seringkali mereka masih dianggap anak kecil sehingga berakibat timbulnya
kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi
tingkah laku emosional.
b.
Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan
nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja
laki-laki memiliki teman banyak perempuan, mereka mendapat predikat “popular’’
dan mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya, apabila remaja putri mempunyai banyak
teman laki-kaki sering dianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang
kurang baik juga. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai
dengan pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja
bertingkah laku emosional.
c.
Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak
luar yang tidak bertanggung jawab yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut
kedalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral,
seperti : penyalahgunaan obat terlarang, minum-minuman keras, atau tindak
kriminal dan kekerasan. Perlakuan dunia luar semacam ini akan sangat merugikan
bagi perkembangan emosional remaja.
5.
Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi.
Perkembangan emosional individu
sebenarnya merupakan perkembangan yang paling sulit untuk diklasifikasikan. Ini
tampak pada gejala kehidupan sehari-sehari bahwa tidak jarang orang dewasa pun
mengalami kesulitan untuk menyatakan perasaan. Fenomena semacam ini menyebabkan
sulitnya untuk mencari perbedaan individual dalam perkembangan emosi. Lagi
pula, munculnya emosi seseorang sangat tergantung atau dipengaruhi lingkungan,
pengalaman, kebudayaan dan lain sebagainya, sehingga untuk mengukur emosi amat
sulit pula.
Proses kematangan perkembangan
emosi mempunyai hubungan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan. Sejak lahir
sampai kira-kira umur 15 bulan, kebutuhan utama mereka adalah mendapatkan
kepercayaan dan kepastian bahwa dirinya diterima oleh lingkungan. Penerimaan
lingkungan pada fase ini sangat menentukan bagi perkembangan hidup selanjutnya.
Kepercayaan yang diperoleh dari penerimaan lingkungan ini dapat menjadi dasar bagi
kepercayaan terhadap diri sendiri dan kesehatan perkembangan emosionalnya.
Apabila kondisi orang tua saat ini dapat melakukan hubungan yang penuh cinta
kasih atau secara naluriah memberikan kepercayaan bahwa kehadiran bayi tersebut
sangat diinginkan dan dikasihi maka diharapkan akan dapat hidup dalam
lingkungan kasih sayang. Sebaliknya, jika kehadiran bayi berikutnya, orang tua
bersikap kurang dapat menerima, acuh tak acuh, apalagi penuh kebencian, dan
sebagainya, tentunya kehidupan emosionalnya terganggu. Dengan demikian secara
individual, kedua anak tersebut akan mengalami perbedaan perkembangan emosi
pada masa-masa selanjutnya.
Disiplin yang tegas tetapi
disertai kasih sayang akan membantu anak dalam perkembangan emosinya.
Sebaliknya jika disiplin dilakukan dengan kaku dan tanpa kasih sayang akan
menimbulkan sikap keragu-raguan pada diri anak dan bahkan akan kehilangan
kepercayaan pada dirinya. Apabila ini terjadi pada dua anak dalam satu keluarga
(seayah/seibu) secara individual perkembangan emosinya akan jelas bisa
dibedakan.
E. Tips Mencegah Kenakalan Remaja
1.
Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua
dalam hal apapun.
2.
Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang.
Contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih
sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang
sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang
harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas
tersebut.
3.
Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang
hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita
membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya,
yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup
yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.
4.
Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media
komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone, dll.
5.
Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena
disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah.
6.
Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak
dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman
kepercayaannya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti
menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka
rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun
lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja
tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik
psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi
lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa
itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan
masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya
masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama.
Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi,
memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan
perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi
kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada.
F. Perkembangan Emosi Remaja
Emosi dapat dirumuskan sebagai satu keadaan yang
terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari dan
mendalam sifatnya yang berkenaan dangan perubahan perilaku (Tim Dosen FKIP
UNTAN,2010 : 99).
Menurut Crow & Crow (1958), pengertian emosi adalah “An emotion, is an
affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental
and physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in
his event behavior”. Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai
oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat emosi, sering terjadi
perubahan-perubahan pada fisik seseorang, seperti:
1.
Reaksi, elektris pada kulit meningkat bila terpesona.
2.
Peredaran darah bertambah cepat bila marah.
3.
Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut.
4.
Bernapas panjang bila kecewa.
5.
Pupil mata membesar bila marah.
6.
Air liur mengering bila takut atau tegang.
7.
Bulu roma akan berdiri jika takut.
8.
Pencernaan menjadi sakit jika tegang.
9.
Otot menjadi tegang atau bergetar (tremor).
10.
Komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih
aktif.
G. Hubungan Emosi dan Tingkah Laku
1. Teori Sentral
Teori Sentral ini dikemukakan
oleh Walter B.Canon. Menurut teori ini, gejala kejasmanian termasuk tingkah
laku merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu. Jadi, individu
mengalami emosi lebih dahulu, baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam
jasmaninya. Dengan demikian, menurut teori ini dapat dikatakan bahwa emosilah
yang menimbulkan tingkah laku, dan bukan sebaliknya. Karena seseorang merasa
sedih, maka dia menangis dan kerena seseorang merasa takut, maka dia melarikan
diri.
2. Teori Peripheral
Teori ini dikemukakan oleh James
dan Lange. Menurut teori ini di katakan bahwa gejala-gejala kejasmanian atau tingkh laku seseorang bukanlah merupakan akibat dari emosi, melainkan emosi yang dialami oleh individu itu sebagai akibat dari
gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini seseorang bukannya karena takut kemudian hari, melainkan karena lari menyebabkan seseorang menjadi takut. Demikian juga seseorang bukan karena sedih sehingga menangis, tetapi kerena menangis itulah maka menjdi sedih. Seandainya seseorang itu tidak menangis, maka kemungkinan tidak akan menjadi teramat sedih. Dengan demikian, menurut
teori ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku yang menimbulkan emosi, dan bukan sebaliknya.
3. Teori Kepribadian
Menurut teori ini, bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Maka emosi
meliputi pula perubahan-perubahan jamani. Jadi antara emosi dan tingkah laku hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan.
4) Teori Kedaruratan Emosi (
Emergency theory of the emotion )
Teori ini dikemukakan oleh Cannon. Teori ini mengemukakan bahwa
reaksi yang mendalam dari kecepatan jantung yang semakin bertambah akan
menambah cepatnya aliran darah
menuju urat-urat, hambatan-hambatan
pada pencernaan, pangembangan
atau pemuaian kantung-kantung didalam paru-paru dan proses lainnya yang
mencirikn secara khas keadaan emosional seseorang, kemudian menyiapkan organisme untuk melarikan diri atau untuk berkalahi, sesuai dengan penilaian terhadap situsi yang ada oleh kulit otak.
Diskusi belakangan dalam
hasanah psikologi tentang emosi adalah mengenai hubungan antara perasaan dengan emosi dan juga hubungan antara emosi dengan motivasi. Pengalaman menunjukan bahwa apabila seseorang termotivasi maka akan terangsang secara emosional untuk melakukan suatu kegiatan dengan
intensitas yang tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa emosi berhubungan erat dengan
motivasi. Hubungannya
dengan motivasi adalah karena termotivasinya seseorang kemudian mengalami emosi
yang pada akhirnya berbuat sesuatu atau bertingkah laku tertentu.
H. Upaya Mengembangkan Emosi Remaja
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat
berkembang ke arah memiliki kecerdasan emosional, salah satu diantaranya
menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T. Grant Consortium tentang “ Unsur-unsur
Aktif Program Pencegahan ’’, yaitu sebagai berikut :
1.
Pengembangan Keterampilan Emosional
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan emosional
individu adalah :
a. Mengidentifikasikan dan
memberi nama-nama atau label perasaan.
b. Mengungkapkan perasaan.
c. Menilai Intensitas
perasaan.
d. Mengelola perasaan.
e. Menunda pemuasan.
f. Mengendalikan dorongan
hati.
g. Mengurangi stress.
h. Memahami perbedaan
antara perasaan dan tindakan.
2.
Pengembangan Keterampilan Kognitif
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan kognitif
individu adalah:
a.
Belajarlah melakukan dialog batin sebagai cara untuk
menghadapi dan mengatasi suatu masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.
b.
Belajarlah membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial,
misalnya: mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku dan melihat diri sendiri
dalam perspektif masyarakat yang lebih luas.
c.
Belajarlah menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah
dan pengambilan keputusan, misalnya: mengendalikan dorongan hati, menentukan
sasaran, mengidentifikasi tindakan-tindakan alternatif, dan memperhitungkan
akibat-akibat yang mungkin timbul.
d.
Belajarlah memahami sudut pandang orang lain ( empati
).
e.
Belajarlah memahami sopan santun, yakni perilaku mana
yang dapat diterima dan mana yang tidak.
f.
Belajarlah bersiakp positif terhadap kehidupan.
g.
Belajarlah mengembangkan kesadaran diri; misalnya
mengembangkan harapan-harapan yang realistis terhadap diri sendiri.
3.
Pengembangan Keterampilan Perilaku
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kerterampilan perilaku individu adalah :
a.
Belajar keterampilan komunikasi non-verbal, misalnya;
berkomunikasi melalui hubungan pandangan mata, ekspresi wajah, gerak-gerik,
posisi tubuh, dan sejenisnya.
b.
Belajarlah keterampilan komonikasi verbal, misalnya:
mengajukan permintaan-permintaan dengan jelas, menanggapi kritik secara
efektif, menolak pengaruh negatif, mendengarkan orang lain, ikut serta dalam
kelompok-kelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan komunikasi verbal,
dan sejenisnya.
Cara lain yang dapat digunakan
sebagai intervensi edukatif untuk
mengembangkan emosi remaja agar dapat berkembang ke arah memiliki kecerdasan
emosional adalah dengan mengembangkan kegiatan yang didalamnya mengundang
materi yang dikembangkan oleh Daniel Golemen (1995) yang kemudian diberi nama “Self-Science Curriculum’’, yaitu
sebagaimana dipaparkan berikut ini :
a.
Belajarlah mengembangkan kesadaran diri. Caranya adalah
dengan mengamati diri sendiri dan mengenali perasaan-perasaan, menghimpun kosa
kata untuk mengungkapkan perasaan, memahami hubungan antara pikiran, perasaan,
dan reaksi emosional.
b.
Belajarlah mengambil keputusan pribadi. Caranya adalah
mencermati tindakan-tindakan dan akibat-akibatnya, memahami apa yang menguasai
suatu keputusan, atau perasaan, menerapakan pemahaman ini ke masalah-masalah
yang cukup berat, seperti masalah seks dan obat terlarang.
c.
Belajarlah mengelola perasaan. Caranya adalah memantau
pembicaraan sendiri untuk menangkap pesan-pesan negatif yang terkandung
didalamnya. Misalnya, Sakit hati yang mendorong amarah.
d.
Belajarlah menangani stres. Caranya adalah mempelajari
pentingnya berolahraga. Perenungan yang terarah, dan metode relaksasi.
e.
Belajar berempati. Caranya adalah memahami perasaan
dan masalah orang lain dan berpikir dengan sudut pandang orang lain.
f.
Belajarlah berkomonikasi.
g.
Belajarlah membuka diri.
h.
Belajarlah mengembangkan pemahaman.
i.
Belajarlah menerima diri sendiri.
j.
Belajarlah mengembangkan tanggungjawab pribadi.
k.
Belajarlah mengembangkan ketegasan.
l.
Belajar dinamika-dinamika kelompok.
m.
Belajarlah menyelesaikan konflik
Mendidik anak menjadi orang yang kreatif adalah upaya menyukseskan masa
depan mereka. Banyak anak yang menjadi korban akibat dari salah didik yang
berorientasi ke mata pelajaran yang menempa aspek kognitif semata atau
menggembirakan hati yang sesaat. Dengan alasan mencoba meningkatkan harga diri
anak melalui pujian dan penghargaan, kita menjadi permissif (membiarkan) dalam
hal disiplin dan menuntut terlalu sedikit. Dalam upaya memberi mereka dunia
yang serba menyenangkan seperti dialam mimpi, kita lupa bahwa stres dan ketidak
nyamanan adalah bagian yang sama penting dalam pengalaman manusia seperti cinta
dan kasih sayang, dan ketika kita membebaskan mereka dari kesempatan belajar
tentang keterampilan mengatasi masalah yang penting dalam menghadapi rintanagan
dan kekecewaan yang tak terhindarkan dalam dunia mereka kelak.
Banyak anak yang kelihatannya
sukses dalam menerima pelajaran tapi ketika dihadapkan kepada kemampuan untuk
memecahkan masalah dengan cara baru tidak memperoleh kemampuan sama sekali.
Padahal ketika menjalani kehidupan jusru persoalan kreatif menjadi lebih
penting lebih-lebih dalam era yang serba tidak menentu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Para tokoh
masyarakat hendaknya menyadari bahwa para remaja memerlukan keterbukaan dan
penghargaan terhadap mereka. Sehingga dalam kegiatan yang ada dimasyarakat
hendaknya remaja di ikut sertakan agar mereka merasa dihargai dan menjadi
bagian dalam masayarakat tersebut. Juga perlunya bimbingan terhadap kelompok remaja,
seperti karang taruna dan pengembangan bakat remaja, karena bakat
tersebut tidak hanya dan harus dikembangkan di sekolah melainkan juga
diterapkan dalam masayarakatnya.
B.
Saran
Sebagai
orang tua yang baik, seharusnya bisa mengetahui apa yang sedang dialami oleh
anak remajanya, agar sang buah hati tak terjerumus kedalam hal-hal yang berbau
negatif. Karena di usia remaja inilah biasanya mudah untuk di hasut oleh
orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Maka
luangkanlah waktu kalian untuk sekedar mendengar curahan hati sang buah hati,
jangan malu-malu atau takut untuk memulai sebuah percakapan dengan anak. Agar
lebih nyaman dalam berbincang-bincang, gunakanlah bahasa yang santai atau tidak
formal agar obrolan tak kaku.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar